Saturday, September 20, 2008

Banci



Saya menekan tombol remote berkali-kali. Tiba-tiba saya merasa mual. Banci lagi. Banci lagi. Dengan dandanan menor dan jenggot atau kumis masih terlihat jelas. Astaghfirullah. Saya matikan saja TV itu.
Fenomena dunia hiburan televisi terasa semakin gak karuan. Mau jadi apa negeri ini jika tontonan bermodalkan bancilah yang diutamakan? Saya heran banget sama pekerja kreatif pertelevisian. Apa mereka gak bisa bikin cerita lucu tanpa ada banci?
Coba deh, yang pernah nonton sitkom Bajaj Bajuri dan OB (Office Boy), apa di sana ada bancinya? Sepanjang episode yang saya tonton kayaknya gak ada deh. Tapi tetep lucu. Atau sinetron Kiamat Sudah Dekat 3 yang sedang tayang sekarang. Apa ada bancinya? Saya gak pernah lihat tuh. Dan semoga saja gak bakal muncul. Masih tetap lucu dan menghibur, kan?

Sunday, September 2, 2007

NSP 1212

Adikku satu-satunya tiba-tiba datang menghampiriku dan bertanya, “Mbak, brosur NSP 1212 ditaro di mana?”
Aku terdiam. Berpikir. Otakku memproses runtutan kejadian perihal brosur tersebut. Begitu aku sampai di akhir untaian proses, aku segera teringat bahwa brosur itu kutaruh di ruang kerjaku. Di atas meja komputer. Aku segera memberitahu adikku.
Ia segera pergi tanpa tedeng aling-aling. Tak lama kemudian ia kembali sambil cemberut, “Gak ada!” katanya.

Thursday, May 25, 2006

Tunas Anggrek


Tunas bunga anggrek. Pada awalnya saya agak tidak percaya. Kejam sekali bunga itu dikurung dalam botol! Hehe. Foto ini saya ambil di salah-satu rumah kebun petani anggrek di daerah Cihideung, Lembang.***

Saturday, September 25, 2004

Rapat, Fotokopi, dan Jalan Sempit

“Sebenarnya budget kita berapa sih?” aku bertanya pada Tini saat rapat divisi IC (Infokom) berlangsung di Ruang HIMA-MBTI. Saat itu ada Kak Fat, Tika, Tini, Fitri, dan aku sendiri sebagai Tim IC yang sedang merencanakan debut majalah kampus.
“Adalah. Cukup kalo mau bikin majalah berwarna,” ujar Tini.


“Terus, bikinnya gimana? Mau dicetak atau...”


“Nah, itu dia masalah saat ini. Beberapa hari terakhir ini udah keliling kota Bandung, nyari percetakan yang mau nyetak di bawah lima ratus eksemplar. Gak ada yang mau. Kalaupun mau, harganya mahal banget.”


Aku menjentikkan jariku penuh semangat, “Aku ada ide!”